Definisi sebuah Komitmen
HARI KETIGA aku pergi latihan
untuk berenang. Penilaianku secara pribadi, aku bisa merasakan perubahan yang
lumayan naik level. Jika sebelumnya (hari kedua) masih sedikit ragu untuk berlatih
sendiri, mengintari kolam renang dengan menggunakan papan pelampung. Bahkan
gerakan kaki yang masih terasa kaku, sedikit mulai berubah rasanya menjadi
lebih santai dan tidak takut lagi untuk mengeksplore kesana kemari. Aku juga
mulai melepaskan pegangan dengan cukup menggunakan satu tangan saja. Tangan
yang satunya kugunakan untuk mengayun, sehingga badanku juga terbantu agar
bergerak ke depan. Dan juga gerakan kaki, yang terasa kaku – rasanya harus
menekan dengan penuh tenaga – tak lagi demikian, cukup berusaha untuk
menggerakkannya dengan lebih relaks namun tetap bergerak.
Hal-hal itu mulai kupahami.
Namun ada satu hal lain yang
tiba-tiba juga masuk pikiranku, yaitu soal komitmen. Pada fase ini atau saat
aku merenung, rasanya badanku sakit semua. Sungguh capek untuk sekadar
menyelesaikan tantangan yang kubuat sendiri, yaitu bergerak dari ujung timur ke
barat tiga kali. Entah karena aku yang telah lelah berada dalam air atau karena
mentalku yang belum bisa semangat untuk menyelesaikan tantangan. Sebuah Komitmen
sangat kubutuhkan disini – saat itu. Bukan hanya sekadar teori.
Juga untuk jadwal mingguan
selanjutnya, apakah aku akan tetap melanjutkan, atau berhenti sampai disini.
Untuk menjawab itu, aku ingin
punya alasan yang sangat kuat. Misalnya :
- Apa manfaat jangka panjang dari kegiatanku ini?
Dan sepertinya dengan cukup
tahu dengan lebih jauh akan manfaat dari kegiatanku itu, akan banyak membantuku
untuk terus melakukannya.
Sepertinya ini juga yang
menjadi prinsip dalam berbagai hal dalam hidup. Kurangnya komitmen kita dalam
melakukan suatu hal, mungkin karena ALASAN kita melakukan sesuatu kurang kuat.
Serta kurangnya pengetahuan dari sebuah kegiatan yang kita lakukan bisa jadi
alasan yang memperkuatnya juga untuk tidak bisa menjaga komitmen tersebut.
Untuk perkara berenang,
dengan berlatih pada hari ketiga saja, aku sudah cukup merasakan perubahan pada
diriku. Perubahan itu sangat terasa. Aku juga bertanya pada diri sendiri,
bagaimana jika aku tetap konsisten hingga aku bisa terus berlatih hingga
berbulan-bulan? Tiga kali saja begitu terasa perubahannya.
Namun anehnya, untuk hal
lain, yang bahkan kugeluti selama berjam-jam setiap hari, betapa banyak
keraguan juga perasaan lain yang seperti menjadi penghalang untuk aku melangkah
(jika aku tidak terus berusaha meyakinkan diri sendiri, mungkin aku sudah
berhenti).
Apa yang sekiranya
membedakan?
Ketika aku hanya terfokus
pada goal akhir, serta kurang menaruh perhatian pada segala proses yang harus
kulalui, juga disertai ketakutan yang sering menghantui, maka itu juga
berpengaruh dalam proses belajarku. Jika rasa takut serta khawatir yang ada,
bagaimana kamu bisa berpikir jernih dan fokus?
Ada lagi, masalah menanggapi sebuah
kegagalan, bagi seseorang yang memiliki pola pikir berkembang, itu diyakini sebagai
sesuatu yang tak bisa dicegah. Agar bisa berthasil, kegagalan adalah bagian
dari proses. Ketika gagal, kita akan banyak belajar dari kegagalan tersebut dan
memperbaikinya dari sana. Sungguh banyak pelajaran dari langsung terjun
praktik, daripada hanya overthinking dan tidak dikerjakan sama sekali.
Juga, bagi pemilik pola pikir
berkeembang, itu bagian dari tantangan juga yang bisa di eksplore untuk ditaklukkan,.
Bukan ditakuti.
Ditambah lagi dengan komitmen
yang kita niatkan, itu akan mengukuhkan tekat kita, no matter what, aku
akan berusaha untuk menaklukkan setiap tantangan yang ada di depanku. Insyaa
Allah.